PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA


A. Pengertian

Keterangan-keterangan Alf Ross yang dikutip Roeslan Saleh lebih jauh menegaskan tentang pertanggungjawaban itu dinyatakan adanya hubungan antara kenyataan-kenyataan yang menjadi syarat dan akibat-akibat hukum yang disyaratkan.

Perlu diingat kembali perbedaan mendasar dari tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana :

“Dasar Adanya Tindak Pidana Adalah Asas Legalitas, Sedangkan Dasar Dapat Dipidananya Pembuat Tindak Pidana Adalah Asas Kesalahan.”

 

Perlu diingat kembali tentang Unsur-unsur tindak pidana, yaitu :

–          perbuatan

–          melawan hukum

–          dilakukan dengan kesalahan (asas kesalahan : kesengajaan (dolus) & kealpaan (culpa))

–          patut dipidana

Menurut Roeslan Saleh yang mengikuti pendapat Moelijatno bahwa pertanggungjawaban pidana adalah kesalahan, sedangkan unsur-unsur kesalahan adalah :

1)      Mampu bertanggung hawab

2)      Mempunyai kesengajaan atau kealpaan

3)      Tidak adanya alasan pemaaf

ada dua aliran yang selama ini dianut, yaitu : (Sudarto, 1990, Hukum Pidana I)

  1. Kaum indeterminis (penganut indeterminisme), yang pada dasarnya berpendapat, bahwa manusia mempunyai kehendak bebas dan ini merupakan sebab dari segala keputusan kehendak. Tanpa ada kebebasan kehendak maka tidak ada kesalahan; apabila tidak ada kesalahan, maka tidak ada pencelaan, sehingga tidak ada pemidanaan.
  2. Kaum determinis (penganut determinisme) mengatakan, bahwa manusia tidak mempunyai kehendak bebas. Keputusan kehendak ditentukan sepenuhnya oleh watak (dalam arti nafsu-nafsu manusia dalam hubungan kekuatan satu sama lain) dan motif-motif, ialah perangsang-perangsang datang dari dalam atau dari luar yang mengakibatkan watak tersebut. ini berarti bahwa seseorang tidak dapat dicela atas perbuatannya atau dinyatakan mempunyai kesalahan, sebab ia tidak punya kehendak bebas. Namun meskipun diakui bahwa tidak punya kehendak bebas, itu tak berarti bahwa orang yang melakukan tindak pidana tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya.

B.     Unsur-Unsur Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

1.      Kemampuan bertanggung jawab

Moeljatno menyimpulkan bahwa untuk adanya kemampuan bertanggung jawab harus ada:

  • Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk; sesuai dengan hukum dan yang melawan hukum; (faktor akal)
  • Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi. (faktor perasaan/kehendak)

2.      Kesengajaan (dolus) & Kealpaan (culpa)

a.      Kesengajaan (dolus)

Ada dua teori yang berkaitan dengan pengertian “sengaja”, yaitu teori kehendak dan teori pengetahuan atau membayangkan.

–          Menurut teori kehendak, sengaja adalah kehendak untuk mewujudkan unsur-unsur delik dalam rumusan undang-undang. Sebagai contoh, A mengarahkan pistol kepada B dan A menembak mati B; A adalah “sengaja” apabila A benar-benar menghendaki kematian B.

–          Menurut teori pengetahuan atau teori membayangkan, manusia tidak mungkin dapat menghendaki suatu akibat karena manusia hanya dapat menginginkan, mengharapkan atau membayangkan adanya suatu akibat. Adalah “sengaja” apabila suatu akibat yang ditimbulkan karena suatu tindakan dibayangkan sebagai maksud tindakan itu dan karena itu tindakan yang bersangkutan dilakukan  sesuai dengan bayangan yang terlebih dahulu telah dibuat.

Dalam ilmu hukum pidana dibedakan tiga macam sengaja, yaitu :

  1. Sengaja sebagai maksud (opzet als oogmerk), Dalam VOS, definisi sengaja sebagai maksud adalah apabila pembuat menghendaki akibat perbuatannya. Dengan kata lain, jika pembuat sebelumnya sudah mengetahui bahwa akibat perbuatannya tidak akan terjadi maka sudah tentu ia tidak akan pernah mengetahui perbuatannya.

Contoh : A menghendaki kematian B, dan oleh sebab itu ia mengarahkan pistolnya kepada B. Selanjutnya, ia menembak mati B. Akibat penembakan yaitu kematian B tersebut adalah benar dikehendaki A. Kesengajaan dengan maksud merupakan bentuk sengaja yang paling sederhana. Menurut teori kehendak, maka sengaja dengan maksud dapat didefinisikan sebagai berikut : sengaja dengan maksud adalah jika apa yang dimaksud telah dikehendaki. Menurut teori membayangkan , sengaja dengan maksud adalh jika akivat yang dimaksudkan telah mendorong pembuat melakukan perbuatannya yang bersangkutan.

2. Sengaja dilakukan dengan keinsyafan bahwa, agar tujuan dapat tercapai, sebelumnya harus dilakuakan suatu perbuatan lain yang berupa pelanggaran juga.

Contoh : agar dapat mencapai tujuannya, yaitu membunuh B, maka A sebelumnya harus membunuh C, karena C menjadi pengawal B. Antara A dan C sama sekali tidak ada permusuhan, hanya kebetulan C pengawak B. A terpaksa tetapi sengaja terlebih dahulu membunuh C dan kemudian membunuh B. Pembunuhan B berarti maksud A tercapai, A yakin bahwa ia hanya dapat membunuh B setelah terlebih dahulu membunuh C, walaupun pembunuhan C itu pada permulaannya tidak dimaksudkannya. A yakin bahwa jika ia tidak terlebih dahulu membunuh C, maka tentu ia tak pernah akan dapat membunuh B.

3. Sengaja dilakukan dengan keinsyafan bahwa ada kemungkinan besar dapat ditimbulkan suatu pelanggaran lain disamping pelanggaran pertama.

Sebagai contoh : keputusan Hoge Raad tanggal 19 Juni 1911, kasusnya A hendak membalas dendam terhadap B. A mengirimkan sebuah kue tart kealamat B, dalam tart tersebut telah dimasukkan racun. A sadar akan kemungkinan besar bahwa istri B turut serta makan kue tart tersebut. Walaupun ia tahu, tapi ia tidak menghiraukan . Oleh hakim ditentukan bahwa perbuatan A terhadap istri B juga dilakukan dengan sengaja, yaitu sengaja dengan kemungkinan

b.      Kealpaan (culpa)

Yang dimaksud dengan kealpaan adalah terdakwa tidak bermaksud melanggar larangan undang-undang, tetapi ia tidak mengindahkan larangan itu. Ia alpa, lalai, teledor dalam melakukan perbuatan tersebut. jadi, dalam kealpaan terdakwa kurang mengindahkan larangan sehingga tidak berhati-hati dalam melakukan sesuatu perbuatan yang objektif kausal menimbulkan keadaan yang dilarang.

Selanjutnya, dengan mengutip Van Hamel, Moeljatno mengatakan kealpaan itu mengandung dua syarat, yaitu tidak mengadakan penduga-penduga sebagaimana diharuskan oeh hokum dan tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum.

Kealpaan ditinjau dari sudut kesadaran si pembuat maka kealpaan tersebut dapat dibedakan atas dua yaitu :

1)      Kealpaan yang disadari (bewuste schuld) Kealpaan yang disadari terjadi apabila si pembuat dapat membayangkan atau memperkirakan kemungkinan timbulnya suatu akibat yang menyertai perbuatannya. Meskipun ia telah berusaha untuk mengadakan pencegahan supaya tidak timbul akibat itu.

2)      Kealpaan yang tidak disadari (onbewuste schuld) Kealpaan yang tidak disadari terjadi apabila si pembuat tidak membayangkan atau memperkirakan kemungkinan timbulnya suatu akibat yang menyertai perbuatannya, tetapi seharusnya ia dapat membayangkan atau memperkirakan kemungkinan suatu akibat tersebut. (Sofyan Sastrawidjaja)

Adapula bentuk-bentuk kealpaan yang ditinjau dari sudut berat ringannya, yang terdiri dari :

–          Kealpaan berat (culpa lata) Kealpaan berta dalam bahasa belanda disebut dengan merlijke schuld atau grove schuld, para ahli menyatakan bahwa kealpaan berta ini tersimpul dalam ”kejahatan karena kealpaan”, seperti dalam Pasal : 188, 359, 360 KUHP

–          Kealpaan ringan dalam Bahasa Belanda disebut sebagai lichte schuld, para ahli tidak menyatakan tidak dijumpai dalam jenis kejahatan oleh karena sifatnya yang ringan, melainkan dapat terlihat didalam hal pelanggaran Buku III KUHP

3.      Alasan penghapus pidana

Terdapat 2 (dua) alasan :

  1. Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang yang terletak pada diri orang itu, dan
  2. Alasan tidak dapat diprtanggungjawabkannya seseorang yang terletak di luar orang itu.

Ilmu pengetahuan hukum pidana juga mengadakan pembedaan lain terhadap alasan penghapus pidana sejalan dengan pembedaan antara dapat dipidananya perbuatan dan dapat dipidananya pembuat. Penghapusan pidana dapat menyangkut perbuatan atau pembuatnya, maka dibedakan2(dua) jenis alas an penghapus pidana , yaitu :

  1. alasan pembenar,
  2. alasan pemaaf atau alasan penghapus kesalahan.
  • Alasan pembenar menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, meskipun perbuatan ini telah memenuhi rumusan delik dalam undang-undang. Kalau perbuatannya tidak bersifat melawan hukum maka tidak mungkin ada pemidanaan.
  • Alasan pemaaf menyangkut pribadi si pembuat, dalam arti bahwa orang tidak dapat dicela atau ia tidak bersalah atau tidak dapat dipertanggungjawabkan , meskipun perbuatannya bersifat melawan hukum. Di sisni ada alasan yang menghapuskan kesalahan si pembuat, sehingga tidak dipidana.

NB : Baca pasal-pasal dalam KUHP pasal 44, 48, 49, 51, 221 (2), 310 (3), 359

Tinggalkan komentar